Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pertanyaan tentang perceraian

Pertanyaan perceraian di pengadilan

Pertanyaan yang sering ditanyakan 

berkaitan dengan proses perceraian di Pengadilan

Pertanyaan:

Apakah Kantor Pengacara ini bisa membantu mengajukan proses perceraian di Pengadilan Agama/Pengadilan Negeri di wilayah lain selain Medan ?

Jawaban:

Bisa, diseluruh wilayah NKRI, khususnya di wilayah Provinsi Sumatera Utara :

Pengacara di Pengadilan Agama Medan

Pertanyaan:

Dokumen apa saja yang dibutuhkan apabila istri mengajukan gugatan cerai ?

Jawaban:

  • 1. Asli Buku Nikah (bagi yang beragama Islam) atau Asli Akta Perkawinan (bagi non Islam);
  • 2. Apabila Akta Perkawinan tidak ada, maka harus ada Asli bukti surat pernikahan menurut agama masing-masing (khusus non Islam), contoh Surat Pemberkatan dari Gereja bagi yang beragama Kristen, Surat Pernikahan Buddhis dari Vihara/Klenteng bagi yang beragama Buddha;
  • 3. Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP);
  • 4. Copy Kartu Keluarga (KK);
  • 4. Asli Akta Kelahiran anak bila terdapat sengketa hak asuh anak; 


Pertanyaan:

Bagaimana jika Kartu Keluarga Asli hilang ?

Jawaban:

Lakukan prosedur permohonan pembuatan KK baru kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat. Sebagai bahan informasi di Kota Medan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil menetapkan persyaratan pengurusan KK yang hilang sebagai berikut :

  • 1. Surat Keterangan hilang KK dari Kepolisian;
  • 2. Buku Nikah (Muslim) / Akta Perkawinan (Non Muslim);
  • 3. KTP El Kepala Keluarga
Informasi selengkapnya dapat diikuti tautan ini: Syarat pengurusan KK hilang. Tautan setiap saat dapat diganti oleh pemilik akun situs tersebut.


Pertanyaan:

Bagaimana jika Buku Nikah/Kutipan Akta Perkawinan hilang ?

Jawaban:

Lakukan prosedur yang sama seperti pengurusan KK hilang tersebut diatas.


Pertanyaan:

Bagaimana bila Buku Nikah/Kutipan Akta Perkawinan disimpan oleh suami dan ia nya tidak bersedia memberikannya karena ia mengetahui istri akan mengajukan gugatan cerai dan apakah gugatan cerai saya akan gagal nantinya?

Jawaban:

Menurut pendapat kami, yang dapat anda lakukan adalah:

  • Buku Nikah/Kutipan Akta Perkawinan dibuat rangkap 2 (dua), masing-masing berhak mendapatkan satu asli suratnya. Anda berhak meminta kepada suami agar bersedia menyerahkan asli buku nikah/surat tersebut.
  • Dalam hal demikian, disarankan agar anda menggunakan jasa Advokat/Pengacara.

Pertanyaan:

Suami atau Istri telah pergi dan tidak diketahui lagi tempat tinggalnya. Apakah bisa ajukan perceraian di Pengadilan?

Jawaban:

Bisa. Pengadilan yang berwenang akan melakukan pemanggilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, biasanya akan diumumkan pada papan pengumuman di Pengadilan tersebut, media internet dan media massa.


Pertanyaan:

Apakah mengajukan perceraian di Pengadilan harus datang sendiri?

Jawaban:

Bisa diwakilkan kepada Advokat/Pengacara atau keluarga dekat.



Pertanyaan:

Ke Pengadilan mana perceraian diajukan?

Jawaban:

Perkawinan yang dilaksanakan secara agama Islam, maka diajukan kepada Pengadilan Agama, sedangkan bagi agama selain Islam diajukan ke Pengadilan Negeri.

Lalu Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri mana tepatnya perceraian di ajukan, maka hal ini sesuai dengan kompetensi relatif/kewenangan Pengadilan tersebut.


Pertanyaan:

Berapa lama proses perceraian di Pengadilan Agama / Pengadilan Negeri ?

Jawaban: 

Lama waktu proses perceraian di Pengadilan Agama/Pengadilan Negeri (Pengadilan Tingkat Pertama) dapat berlangsung cepat atau lambat tergantung dari keadaan para pihak, namun pada umumnya dapat berlangsung 3 s/d 6 bulan. Adapun hal-hal yang membuat proses perceraian menjadi lama diantaranya:

  • 1. Tempat tinggal para pihak; Apabila salah satu pihak bertempat tinggal diluar kota, maka dibutuhkan waktu selama dua minggu agar surat panggilan dikirimkan secara patut. Bila tergugat bertempat tinggal diluar negeri maka pemeriksaan sidang perceraian ditetapkan sekurang-kurangnya enam bulan sejak gugatan didaftarkan;
  • 2. Kehadiran para pihak; Apabila tergugat tidak pernah hadir dalam setiap persidangan, maka dipastikan putusan perceraian akan berlangsung cepat sekitar 2-3 kali persidangan. Beda bila kedua belah pihak hadir dalam setiap persidangan karena kedua belah pihak akan diberikan kesempatan untuk menyelesaikan tahapan mediasi, jawab-menjawab dan pembuktian.
  • 3. Kedisiplinan; Kedisiplinan para pihak turut menentukan lama waktu proses perceraian, misalnya tidak hadir pada jadwal sidang yang ditetapkan atau tidak siap menghadirkan saksi-saksi sesuai jadwal ditentukan sehingga sidangpun diundur.


Pertanyaan:

Nama saya Ibu X (nama disamarkan), tinggal di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara, sudah hampir 37 tahun menikah dengan Bapak Y (nama disamarkan), anak kami ada 3 (tiga) kesemuanya sudah menikah dan hidup mandiri. Namun betapa terkejut, kecewa, marah, sakit hatinya saya setelah mengetahui suami saya ternyata sudah menikah lagi dengan wanita lain yang beda agama, namun diketahui suami sudah pindah agama ikut agama istri barunya. Perkawinan saya dengan suami (Bapak Y) memang dari dulu sampai sekarang tidak dicatatkan di kantor pencatatan sipil, saya tidak tau alasan suami apa padahal dulu saya sudah berkali kali meminta agar disahkan secara negara, jadi yang ingin saya tanyakan adalah apakah saya bisa mengajukan gugatan cerai ke pengadilan terhadap perkawinan yang tidak dicatatkan secara negara dan tidak ada akta perkawinannya yang dari kantor catatan sipil? Ke pengadilan mana gugatan saya ajukan (suami dan istri barunya juga tinggal di Kota Medan)? Dan apakah perkawinan suami saya (Bapak Y) dengan istri barunya itu sah? (diketahui perkawinan mereka dicatatkan secara hukum negara). Lalu apabila saya mengajukan gugatan cerai kepada suami (bapak Y) nantinya saya berhak atas harta bersama/gono-gini (ada rumah dan mobil)?

Jawaban:

Ada beberapa pertanyaan yang diajukan oleh Ibu X. Kami akan menjawabnya satu persatu dibawah ini.

1). Menjawab pertanyaan: "apakah saya bisa mengajukan gugatan cerai ke pengadilan terhadap perkawinan yang tidak dicatatkan secara negara dan tidak ada akta perkawinannya?". Jawaban atas pertanyaan tersebut menurut hemat kami dapat ditemukan dalam UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan sebagai berikut :

Pasal 39 ayat (2) berbunyi: "Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri".

Jadi berdasarkan pasal diatas, Ibu X boleh mengajukan gugatan cerai kepada suami asalkan ada cukup alasan tidak akan dapat hidup rukun.  Adapun Akta Perkawinan adalah persyaratan administrasi yang wajib ditempuh apabila para pihak menginginkan perkawinan tersebut diakui oleh negara beserta akibat-akibat hukumnya. Bukan berarti tidak ada akta perkawinan maka tidak boleh mengajukan gugatan cerai. 

Lalu alasan apa saja yang diperbolehkan oleh Undang-Undang Perkawinan, lihat pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 yang berbunyi sebagai berikut :

"Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

  • a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
  • b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
  • c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
  • d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
  • e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
  • f. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukunlagi dalam rumah tangga."

2). Menjawab pertanyaan: "Ke pengadilan mana gugatan cerai diajukan?". Untuk menentukan ke pengadilan mana gugatan cerai diajukan maka harus dipahami kewenangan pengadilan untuk memeriksa dan mengadili perkaranya yaitu di Pengadilan Negeri atau di Pengadilan Agama.  Berdasarkan pemaparan Ibu X perihal akta perkawinan dari kantor catatan sipil maka kami asumsikan agama Ibu bukan Islam sebab bagi yang beragama Islam akta perkawinan dikeluarkan oleh KUA (kantor urusan agama), dengan demikian gugatan cerai diajuan ke pengadilan negeri. Apabila Ibu X beragama Islam maka gugatan cerai di ajukan ke Pengadilan Agama.

Perihal di Pengadilan Negeri atau di Pengadian Agama di Kabupaten/Kota mana tentu harus memperhatikan kompetensi relatif masing-masing. Dalam hal Ibu X (istri) sebagai Penggugat tinggal di Kota Medan dan Bapak Y (suami) sebagai Tergugat juga tinggal di Kota Medan, maka gugatan cerai diajukan ke Pengadilan Negeri Medan. Apabila Penggugat dan Tergugat beragama Islam maka gugatan di ajukan ke Pengadilan Agama Medan.

3). Menjawab pertanyaan: "Apakah perkawinan suami saya (Bapak Y) dengan istri barunya tersebut sah?". Jawaban atas pertanyaan ini menurut hemat kami dapat dilihat dalam pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 yang berbunyi: "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu".

Dalam hal ini perlu dilihat dan diketahui aturan dari agama dimana suami (Bapak Y) sekarang menikah. Apabila dilaksanakan sesuai dengan hukum agamanya tersebut maka perkawinan sah.

4). Menjawab pertanyaan: "apabila saya mengajukan gugatan cerai kepada suami (bapak Y) nantinya saya berhak atas harta bersama/gono-gini (ada rumah dan mobil)?" menurut hemat kami perlu dicermati ketentuan hukum yang berlaku dan bagaimana praktik pengadilan menyikapi hal ini.

Pasal 35 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa "Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama".

Dan pasal 37 UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan: "Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masingmasing".

Berdasarkan ketentuan diatas menurut hemat kami Ibu X memiliki hak atas rumah dan mobil tersebut sepanjang Ibu X bisa membuktikan bahwa rumah dan mobil tersebut diperoleh dalam masa perkawinan antara Ibu X dengan Bapak Y.


Pertanyaan:

Sudah hampir 4 tahun ini saya sedang berada di luar negeri bekerja sebagai TKW, sedangkan suami saya berada di Medan. Saya berniat menggugat cerai suami saya tersebut karena ternyata suami sudah memiliki hubungan dengan wanita lain. Pertanyaan saya adalah dapatkah saya menggugat cerai suami sementara saya berada diluar negeri dan tidak bisa pulang ke Indonesia (Medan)?

Jawaban:

Gugatan cerai dari luar negeri. Meskipun anda sedang berada diluar negeri, anda bisa menggugat suami yang berada di Indonesia (Medan). Disarankan anda menggunakan jasa Advokat/Pengacara kepercayaan anda untuk mewakili anda mengajukan gugatan cerai tersebut. Advokat/Pengacara anda nantinya akan memberitahukan persyaratan-persyaratan dokumen termasuk surat kuasa khusus agar Advokat/Pengacara memiliki legal standing mewakili anda di Pengadilan.

To be continued

konsultasi pengacara perceraian di medan